JERUSALEM, KOMPAS.com - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Rabu (12/5), menggunakan Perjanjian Lama untuk menegaskan klaim Yahudi atas wilayah Jerusalem, yang juga diklaim Palestina untuk menjadi ibu kota negara merdeka mereka di kemudian hari.
Di depan pertemuan parlemen untuk memperingati pendudukan Israel atas Jerusalem Timur dari Jordania pada perang 1967, Netanyahu menyebutkan bahwa "Jerusalem" atau "Zion" muncul sebanyak 850 kali dalam Perjanjian Lama.
Dengan mengutip kitab itu, ditegaskan oleh PM Israel itu, klaim atas keseluruhan Jerusalem adalah "abadi dan tidak bisa dipisahkan". Namun, hal itu tidak serta-merta diakui negara-negara lain. Penerjemahan harfiah atas Perjanjian Lama itu juga ditolak oleh sebagian Kristen.
Masyarakat dunia mendukung klaim bahwa Jerusalem Timur adalah ibu kota negara masa depan Palestina.
Menanggapi dikutipnya kitab suci oleh Netanyahu, ketua juru runding Palestina Saeb Erekat mengatakan, pernyataan Netanyahu itu sangat memprihatinkan dan penggunaan unsur agama bisa menyulut kebencian dan ketakutan. "Jerusalem Timur adalah kota Palestina yang diduduki, dan Jerusalem tidak bisa terus-menerus diduduki jika memang ingin ada perdamaian," tegasnya.
Netanyahu dan mitra koalisinya juga bertekad meneruskan pembangunan rumah-rumah warga Yahudi di Jerusalem Timur dan menghancurkan rumah-rumah warga Palestina dengan atau tanpa izin.
"Tidak ada dan tidak akan pernah ada pembekuan konstruksi di Jerusalem. Kami akan membangun di ibu kota tanah air abadi bangsa Yahudi, dan saya telah menegaskan hal ini kepada mitra kami Amerika Serikat dan kawan-kawan lainnya," kata Eli Yishai, Menteri Dalam Negeri Israel. (AP/AFP/Reuters/OKI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar